SEJARAH KEMAHASISWAAN
Pada tahun
1920, terbentuklah organisasi kemahasiswaan pertama di Technische Hoogeshcule
te Bandoeng (TH Bandoeng), sebelum berubah nama menjadi Institute of Tropical
Sciences (1942), Bandung Kogyo Daigaku (1944), dan kemudian Institut Teknologi
Bandung, yaitu Bandoeng Studenten Corps
(BSC). Mahasiswa pribumi yang merasa aspirasi mereka tidak tersalurkan kemudian
memisahkan diri dan membentuk organisasi bernama Indische Studente Vereniging
(ISV). ISV memiliki banyak kegiatan
seperti akademik, olahraga, kesenian, hingga diskusi politik.
Ketika
Indonesia merdeka tahun 1945, warga Bandoeng Kogyo Daigaku yang kemudian
berubah nama menjadi Sekolah Tinggi Teknik Bandoeng (1945) banyak yang
mengorbankan jiwa raganya demi kemerdekaan Indonesia. Nama-nama yang gugur pun
tertera pada Tugu Ganesha.
Organisasi
Senat Mahasiswa Fakultas Teknik Bandung (1945) juga berdiri pada masa ini.
Tidak banyak yang tercatat mengenai organisasi ini kecuali bersama dengan staf
pengajar yang berkebangsaan Indonesia, memindahkan seluruh kegiatan akademik ke
Yogyakarta untuk mendirikan Sekolah Tinggi Teknik di Yogyakarta dengan dekannya
yang pertama Ir. Rooseno.
Setelah
terjadi gelombang kembalinya beberapa mahasiswa dan staf pengajar Indonesia,
berdiri beberapa organisasi kemahasiswaan seperti Keluarga Mahasiswa Seni Rupa
(1947) dan Himpunan Mahasiswa Bangunan Mesin dan Listrik (1948).
Pada tahun
1950 di Bandung, berdirilah Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia Bandung. Pada
dekade 1950-an inilah terlah terjadi arus politisasi mahasiswa yang mana partai
politik yang mendirikan organisasi kemahasiswaan untuk menggaet kekuatan dari
kampus seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), bagian dari PNI.
Untuk itu
banyak pemimpin organisasi kemahasiswaan kampus seperti Emil Salim (UI) dan
Koesnadi Hardjasomantri (UGM) memutuskan pentingnya melegalkan organisasi Dewan
Mahasiswa di kampus UI dan UGM. Organisasi kemahasiswaan kampus bertujuan
memenuhi kebutuhan mahasiswa dalam bidang pendidikan, kesejahteraan dan
aktualisasi diri, bukan pada persoalan politik praktis. Dewan Mahasiswa UI
Jakarta dan UI Bandung disatukan di bawah kepemimpinan Emil Salim.
Pada tahun
1957 berdirilah Majelis Mahasiswa Indonesia (MMI) yang bertujuan untuk
memperkuat koordinasi antar organisasi. Organisasi ini menjadi wadah kedua
organisasi kemahasiswaan nasional setelah di tahun 1947 berdiri Persatuan
Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PMMI). Pada tahun ini juga awal dari
tarik-menarik antar organisasi kemahasiswaan intrakampus (MMI) dengan
organisasi kemahasiswaan ekstrakampus (PPMI). Ditambah lagi setelah Presiden
Soekarno mendekritkan pembubaran Konstituante dan pemberlakuan kembali UUD
1945, 5 Juli 1959. Namun, sebelum dekrit, rencana Presiden untuk mendirikan
sebuah pusat oengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni diwujudkan
dengan memisahkan Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam UI
Bandung menjadi Institu Teknologi Bandung, 2 Maret 1959.
Dengan
berpisahnya UI Djakarta dan UI Bandung kemudian UI Bandung menjadi ITB, pada
tanggal 20 November 1960 terbentuklah menjadi Dewan Mahasiswa Institut
Teknologi Bandung (DMITB) yang diketuai pertama kali oleh Piet Corputty dan
Udaya Hdibroto sebagai Wakil Ketua Umum.
Dewan Mahasiswa adalah organisasi kemahasiswaan kampus yang berprinsip
Pemerintahan Mahasiswa dengan Sidang Dewan Mahasiswa sebagai wakil-wakil
Himpunan Mahasiswa dan badan legislatif, serta Badan Pengurus sebagai badan
eksekutif. Pekerjaan besar DM ITB yang pertama adalah bagaimana agar ITB
tidak dilebur ke dalam Universitas Padjadjaran menjadi Fakultas Teknik dan
Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam UNPAD. Kemudian saat Udaya Hadibroto menjabat sebagai
Ketua Umum (1962-1963), DM ITB memobilisasi ratusan mahasiswa untuk mengikuti
Tri Komando Rakyat demi membebaskan Irian Barat.
Pada periode Muslimin Nasution, ITB terkena apa yang disebut Serangan
GMNI. Poros mahasiswa kiri GMNI-CGMI-Germindo-Perhimi bersatu menuntut turunnya
Muslimin Nasution, dan meminta agar pimpinan Dewan Mahasiswa dibersihkan dari
unsur-unsur kontrarevolusioner, anti Manipol-USDEK, dan anti kemajuan. Muncul
peristiwa pembakaran patung tokoh mahasiswa, serangan selebaran gelap,
demonstrasi untuk menghentikan pemutaran film Barat oleh LFM, dan lain-lain.
Pada tahun 1964, Konferensi MMI IV di Malino, Sulawesi Selatan, DM UI,
ITB dan UNPAD dikeluarkan dari kepengurusan MMI. Permusuhan antara mahasiswa
kanan dan kiri semakin menguat. Munculnya Gerakan 30 September di Jakarta
menyebabkan runtuhnya kekuatan mahasiswa sayap kiri di ITB. Ketua Umum DM ITB
Rahmat Witoelar bersama Rektor Kolonel Ir. Kuntoadji mendirikan Komite Aksi
Pembersihan ITB (KAPI) untuk membersihkan kampus dari unsur-unsur kiri
khususnya dosen dan mahasiswa pro-komunis.
Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) terbentuk di berbagai kota dan
kampus. Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yaitu: 1. Bubarkan PKI, 2. Turunkan
Harga, 3. Retool Kabinet Dwikora. Terbunuhnya Arief Rahman Hakim,
mahasiswa Kedokteran UI, oleh Cakrabirawa tanggal 24 Februari 1966 memunculkan
inisiatif DM ITB dan KAMI Bandung untuk mengirimkan Satuan Tugas berjumlah 200
Mahasiswa ke Jakarta.
Surat Perintah 11 Maret 1966 mengakhiri aksi Tritura. DM ITB kembali ke
Bandung. Pada bulan Oktober 1966, diadakan musyawarah kera pertama untuk
memperbaiki organisasi kemahasiswaan ITB.
Dibawah kepemimpinan Purwoto Handoko (1967-1968), Sarwono Kusumaatmadja
(1968-1969), Wimar Witoelar (1969-1970) dan Syarif Tando (1970-1971), DM ITB
menggulirkan isu back to campus untuk
mengakhiri politisasi kampus sejak zaman Orde Lama. Kampus dikembalikan pada
fungsinya sebagai wahana pembelajaran dan penerapan Tridharma Perguruan Tinggi.
Wakil-wakil mahasiswa di DPR-GR ditarik dan dikelompokkan dalam partai-partai
peserta Pemilu 1971.
Pada dekade ke 70-an terbentuk unit-unit kegiatan mahasiswa Olahraga dan
Kesenian.
Gerakan Mahasiswa bergulir kembali untuk menjadi kekuatan kontrol sosial
terhadap Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Jenderal Soeharto. DM ITB mulai
membangun aliansi gerakan bersama DM UNPAD, DM Unpar, dan DM UI untuk
mengkritik akar permasalahan bangsa. Mereka menyepakati bahwa masuknya modal
asing, korupsi, dan terlalu kuatnya militer adalah penyebab semua ini.
Pernah terjadi konsolidasi organisasi kemahasiswaan ITB yang berlangsung
mencapai dua tahun (1974-1976) akibat ditangkap dan dipenjarakannya aktivis UI
yang menyebabkan kampus mulai direpresi dan diskusi mahasiswa dimata-matai oleh
intelejen.
Kebijakan yang dikenal sebagai NKK-BKK 1978 ini dijadikan wahana
pergerakan mahasiswa ITB.
Pada tahun 1982, terbentuk Forum Ketua Himpunan Jurusan (FKHJ) dan Badan
Koordinasi Satuan Kegiatan (BKSK) yang tetap mengkoordinasikan kegiatan
kemahasiswaan terpusat ITB. Gerakan Mahasiswa ITB mulai bergulir saat
FKHJ 1985-1986 dipimpin oleh Pramono Anung (TA’82) dan Justiani (IF’82).
Demonstrasi menyambut kedatangan PM Inggris Margareth Thatcher dan Presiden
Perancis Francois Mitterand. Jatuhnya pemerintahan Marcos di Filipina tahun
1986 juga mempercepat gerakan mahasiswa ITB. Mulai tahun 1987- 1989
terbentuklah Badan Koordinasi Mahasiswa Bandung (BKMB) dan Komite Solidaritas
Mahasiswa dan Rakyat (KSMR). BKMB dan KSMR mengadakan advokasi dan aksi
demonstrasi atas kasus penggusuran tanah di Kacapiring, Cimacan, dan Badega.
Pada dekade 90-an kemahasiswaan ITB mulai mendapat momentumnya saat
Sekjen FKHJ Duddy Sona Lesmana (PL’89) diskorsing tahun 1991. Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Prof. Fuad Hasan mewajibkan berdirinya Senat Mahasiswa Peguruan
Tinggi (SMPT) tahun 1990, mengakhiri era NKK-BKK. Mahasiswa UI, IPB, UNPAD,
UGM, ITS dan UNAIR menerima konsep ini. Namun hasil referendum mahasiswa ITB
tahun 1993 menghasilkan penolakan SMPT dan menyatakan perlunya pendirian
Lembaga Sentral Mahasiswa dari, oleh dan untuk mahasiswa. Pada tanggal 20
Januari 1996, FKHJ dan BKSK ITB mendeklarasikan berdirinya Keluarga Mahasiswa
ITB berikut kelengkapannya yaitu Kongres dan Kabinet KM ITB.
KM ITB dan Komite Mahasiswa Unpar mendirikan Forum Komunikasi Mahasiswa
Bandung pada tahun 1996. Kemudian bersama kampus-kampus Jakarta, KM ITB juga
mendirikan Forum Komunikasi Mahasiswa se-Jabotabek (FKMJ) yang disingkat Forum
Kota (Forkot). KM ITB, bersama FKMB, Forkot dan juga Forum Komunikasi Senat
Mahasiswa se-Jabotabek (FKSMJ) mengadakan mimbar bebas di sekretariat PDI,
jalan Diponegoro yang berakhir dengan Kerusuhan 27 Juli 1996. Saat itu juga organ-organ
ini diberi nama Organisasi Tanpa Bentuk.
Akibat kegagalan panitia pelaksana Pemilu
KM ITB 2000 yang diketuai Safari (TK’97), kandidat Presiden KM ITB yaitu Andri
Dwi Setiawan (PN’96), Muhammad Lutfi (TI’96), Muhammad Iqbal (GL’96), Zaid
Perdana Nasution (TL’96), Yogi (PN’96), Muhammad Ikhsan (GL’98) dan Dedi Apriadi (GL’97) batal mengikuti Pemilu Raya. Masa Jabatan
Kabinet Sigit diperpanjang sampai bulan Maret 2001. Hal ini mengundang
kontroversi selain karena melanggar AD-ART, perpanjangan ini juga dilakukan
oleh sidang darurat Kongres yang tidak kuorum. Saat kontroversi ini belum
selesai, Kabinet Sigit menggulirkan isu Buloggate dan Bruneigate yang
memunculkan isu penurunan Gus Dur sebagai Presiden RI. Aksi tanggal 12 Januari
2001 ini mengubah dinamika kampus dari mempertanyakan keputusan Kongres menjadi
isu penggulingan Kabinet Sigit.
Pada tanggal 10 Maret 2001, Abdillah
Prasetya (FI’98) Ketua HIMAFI dan Krisna (GD’98) Ketua IMG mengadakan aksi
pendudukan Sekretariat KM ITB. FKHJ bersama beberapa unit seperti PSIK, Veritas
dan G-10 menyatakan pembekuan Kongres dan Kabinet, pembentukan Badan Pekerja
Musyawarah Kerja (BP Muker) yang diketuai Aan Yuhannis (FI’99). Muker KM ITB
2001 menghasilkan keputusan perubahan basis organisasi KM ITB dari jurusan
menjadi Himpunan, belum berhaknya mahasiswa TPB untuk memilih, dan pembentukan
BKSK sebagai sarana aspirasi Unit Kegiatan. Sebagai informasi, BKSK bubar pada
tahun 1997 akibat program relokasi Unit ke Gedung Bengkok dan Sunken Court dan
menjadikan beberapa ruang Student Centre dijadikan lahan usaha oleh Birokrasi
Kampus.
FKHJ membentuk panitia OSKM 2001 yang diketuai Dinar
Maulana (GD’98), Panitia Pelaksana Pemilu Legislatif untuk memilih Senator
Himpunan, Badan Pekerja Internal dan Eksternal untuk mengurus masalah advokasi
serta gerakan. Kongres 2001-2002 yang dipimpin Deddy Suryadi (PL’97) mengadakan
Pemilihan Umum Anggota MWA Wakil Mahasiswa sebagai konsekuensi perubahan status
ITB dari PTN menjadi PT-BHMN. Rian Ramadian Nugraha (IF’97) terpilih sebagai
Wakil Mahasiswa di MWA mengalahkan Armenda (SI’97) dan Zaid Perdana Nasution
(TL’96).
Pemilu Raya Oktober 2001 menghasilkan Akbar Hanif
Dawam Abdullah (PN’98) sebagai Presiden Kabinet mengalahkan Armenda (SI’97),
Adiq Ahmadi (MT’97), Dedi Apriadi (GL’97), Roy Baroes (GM’97), Edison
Situmorang (EL’97), dan Khairul Anshar (FI’98), dan Pemilu ini tercatat sebagai
Pemilu dengan kandidat terbanyak. Kabinet Dawam menjabat hanya selama 6 bulan
dan menjalankan proses transisi serta konsolidasi KM ITB. Selain itu, pada
bulan Desember 2001, BEM Bandung Raya dideklarasikan di Aula Barat ITB.
Pemilu Raya Maret 2002 menghasilkan pemenang Alga
Indria (DS’98) sebagai Presiden mengalahkan Abdi Robbi Sembada (SI’98), M.
Hanif (TI’98), Dwi Lesmana (PL’99), dan Andy Hartono (TK’98). Ketua Kongres
saat ini adalah Teguh Prasetya (FT’98) dan Anggota MWA Wakil Mahasiswa yang
terpilih adalah Indra Madyana (FT’98) mengalahkan Sandy Maruto (SI’98).
OSKM 2002 yang diketuai Ahmad Mukhlis Firdaus (KL’99)
adalah OSKM pertama yang dilegalkan oleh Rektorat karena ada perubahan mendasar
antara lain ditiadakannya acara Swasta, perubahan metode dari penindasan
menjadi pendisiplinan, dan pembukaan OSKM oleh Rektor. Kabinet Alga banyak
mengadakan acara-acara dalam kampus seperti Simfoni Warna-Warni, Ekspresi,
Malam 1000 Lilin, Aksi Merah Putih, dan Olimpiade II. Aksi-aksi mahasiswa banyak
yang ditujukan untuk membela rakyat kecil seperti advokasi PKL Ganesha, PKL
jalan Mustofa, Penanggulangan Bencana Letusan Gunung Papandayan. KM ITB juga
mengadakan Kongres BEM Nasional tanggal 1-2 Februari 2003 untuk merumuskan
solusi bagi perbaikan bangsa. Tetapi Kongres ini dibayang-bayangi perpecahan
mahasiswa akibat tidak ikut sertanya KM ITB dalam aksi menuntut turunnya
Mega-Hamzah.
Aksi menuntut turunnya Mega-Hamzah sempat diikuti oleh
Forum Mahasiswa Peduli ITB yang mengikutsertakan diri pada BEM Bandung Raya.
Akibatnya kericuhan antara Kongres dan Kabinet sempat terjadi. Bahkan
penyikapan isu invasi AS ke Irak pada 10 Maret 2003 tidak dilakukan oleh
Kabinet KM ITB.
Pemilu Raya 2003 menghasilkan Ahmad Mustofa (TK’99)
sebagai Presiden mengalahkan Muhammad Syaifullah (SI’99), Hendro (TA’99),
sedangkan Adi Nugroho (FI’99) mengundurkan diri sebelum pemungutan suara
berlangsung. Ketua Kongres 2003-2004 adalah Indra Sembada (EL’2000), dan
Anggota MWA Wakil Mahasiswa adalah Fantri Azhari (MS’99). Berlangsungnya OSKM
2003 yang bertemakan “Kreativitas Membangun Integrasi” diakhiri dengan insiden
pembubaran di acara penutupan. Hal ini diakibatkan dinyanyikannya lagu kampus
dengan gaya rock.
Kabinet Tove menggulirkan isu turunnya Mega-Hamzah,
menolak RUU Ketenagalistrikan tahun 2003, mengadakan ITB Fair 2004. Bergulirnya
isu Pemilu RI 2004 ditindaklanjuti dengan mendirikan Satuan Tugas KM ITB untuk
Pemilu 2004 diketuai Otep Kurnia (MA’99). Satgas ini mengadakan Hearing Calon
Presiden RI bekerja sama dengan acara Kupas Tuntas Trans TV, mengadakan Civic
Education di Bandung, dan mengajak Partai Politik untuk menandatangani kontrak
politik agar para politisi tidak melakukan korupsi.
Pemilu Raya 2004 dimenangkan oleh Anas Hanafiah
(EL’00) mengalahkan Oscar Pariang Pakpahan (GM’00). Ketua Kongres 2004-2005
adalah Danny Mukmin Muttaqin (PL’00). Pada masa ini, jabatan Anggota MWA Wakil
Mahasiswa dijabat secara rangkap oleh Presiden KM ITB. Kabinet Anas
menggulirkan isu kecurangan Pemilu Presiden 2004. Isu pembongkaranStudent Centre, dan pengusiran PKL ITB tidak berhasil
dikelola dengan baik dan malah menyebabkan insiden Pembakaran Bendera KM serta
jas almamater oleh beberapa anggota Unit Tiang Bendera saat Open House Unit
2004.
Peristiwa Pembakaran Jas Almamater ini menyebabkan
inisiasi Kongres, Kabinet dan FKHJ untuk mengadakan Forum Rembug Mahasiswa di
Lapangan Basket, 24 Agustus 2004. Forum ini menghasilkan kesepakatan untuk
mengadakan perbaikan menyeluruh terhadap masalah seperti hubungan mahasiswa dan
rektorat, masalah advokasi, penyikapan isu keluar, serta masalah mendasar
organisasi kemahasiswaan, koordinasi, komunikasi, serta kemengakaran elit
mahasiswa. Namun karena terjadi insiden berbau SARA, tidak banyak yang
mengingat hasil kesepakatan Forum ini.
Kabinet Anas mengadakan banyak acara seperti Temu BEM
Se-Indonesia yang diselenggarakan Seskoad, Deklarasi Gerakan Membangun Nurani
Bangsa (Gema Nusa) 20 Oktober 2004, pendirian Student Association for
Corruption Watch, aksi peduli bencana Tsunami Aceh dan Nias, serta Olimpiade
ke-III. Acara Dialog Publik yang dihadiri oleh Anwar Ibrahim, mantan Wakil PM
Malaysia dihadiri banyak orang termasuk acara tersukses yang pernah dibuat
Kabinet Anas.
Pemilu Raya 2005 dimenangkan oleh Syaiful Anam (EL’01)
mengalahkan Wiyono K. Saputro (TA’01). Kabinet Anam mulai mengalami isu
legalitas kaderisasi, kasus skorsing Timbul Harahap (FI’02) dan Ridwan H. K.
(FI’02), Ketua Dewan dan Ketua PPAM HIMAFI) akibat kasus PPAM HIMAFI 2004,
kasus pembekuan IMG, serta perubahan nama OSKM 2005 menjadi Pengenalan Satuan
Akademik dan Kemahasiswaan (PSAK). OSKM 2005 yang diketuai Fitrah Dinata
(SI’02) adalah OSKM pertama yang dibayang-bayangi isu legalitas kaderisasi.
Lokakarya Kemahasiswaan yang tidak selesai juga
menjadi isu yang membayang-bayangi kelanjutan organisasi kemahasiswaan ITB.
Bahkan saat ART ITB disahkan per 1 Januari 2006 dengan perubahan jumlah 5
Fakultas menjadi 5 Fakultas dan 5 Sekolah, belum ada kesamaan sikap mahasiswa
ITB. Hanya ada pernyataan sikap penolakan implementasi ART ITB yang merugikan
kemahasiswaan ITB. Selain masalah kaderisasi dan pola hubungan, Kabinet Anam
banyak mengadakan kegiatan seperti aksi-aksi penolakan kenaikan harga BBM,
Dialog Publik menyikapi 1 Tahun SBY JK, Pekan Baca Tulis, dan ITB Fair 2006.
Pemilu Raya 2006 diwarnai insiden kecil akibat
pengulangan proses Pemilu. Pemilu kali ini diikuti oleh 5 kandidat yaitu Dwi
Arianto Nugroho (TK’02), Andi Mulyadi Adiwiarta (GM’02), Hendrajaya (IF’02),
Syahfitri Anita (KI’02) dan Muhammad Lutfi (FT’03). Kontroversi Pemilu ini
bertambah akibat diikutkannya TPB 2005 sebagai hasil amandemen AD ART KM ITB
2006. Pemilu ini dimenangkan oleh Dwi Arianto Nugroho.
OSKM 2006 yang diketuai Zamzam Badruzaman (FI’03)
adalah OSKM ilegal dan hanya diikuti oleh 136 mahasiswa angkatan 2006. Selain
dibayangi ancaman DO kepada Presiden dan Ketua OSKM, angkatan 2006 yang
mengikuti OSKM juga terancam DO. Pada hari kedua OSKM tanggal 21 Agustus 2006,
Keluarga Mahasiswa ITB mengadakan aksi demonstrasi menyikapi penutupan kampus
dan ancaman DO. Penutupan OSKM juga yang diakhiri aksi masuk ke dalam kampus
juga diikuti oleh ratusan mahasiswa ITB.
Tidak harmonisnya hubungan mahasiswa dan rektorat
mewarnai Kabinet Dwi. Bagaimanapun juga Kabinet Dwi banyak melakukan kegiatan
yang diikuti banyak mahasiswa seperti Mudik Murah, Dialog Publik oleh Prof. BJ
Habibie, Sekolah Anti Korupsi, dan Olimpiade ke-IV. Kongres 2006-2007 yang
diketuai Helmi (MT’03) mengadakan Sidang Istimewa untuk mengubah AD ART dengan
keputusan penting seperti perubahan status anggota muda kepada TPB sehingga
angkatan 2006 tidak dapat memilih di Pemilu dan pembentukan Forum Rumpun Unit
untuk mengirimkan Senator Perwakilan Unit. Kongres menolak Laporan Pertanggungjawaban
Kabinet 2006-2007.
Pemilu Raya 2007 dimenangkan oleh Zulkaida Akbar
(FI’03) mengalahkan Army Alghifari (MS’04). Kasus yang berkembang pada masa
Kabinet Izul adalah kasus parkir, skorsing Presiden KMSR, Ketua Kaderisasi 2006
dan Ketua Angkatan SR’06, dan Draft SK Senat Akademik yang menyatakan bahwa
organisasi kemahasiswaan ITB bertanggung jawab kepada ITB. OSKM 2007 yang
diketuai Agung Thaufika (MA’04) diubah namanya menjadi PMB 2007 dan akhirnya
dilegalkan dengan banyak perubahan konsep dan metode, dengan pertimbangan agar
angkatan 2007 dapat berinteraksi dengan seniornya.
Dialog Intelektual Mahasiswa tiap bulan, Pagelaran
Seni Budaya 2007, Pekan Baca Tulis dan ITB Expo 2008 adalah sekian banyak
program kerja yang dilakukan Kabinet Izul. Terkait isu Krisis Ekonomi 2008,
diadakan Seminar Ekonomi untuk menggagas Sistem Ekonomi Alternatif. Perubahan
mendasar dalam metode gerakan dilakukan pada periode ini di mana lebih banyak
dialog dan seminar daripada mengadakan aksi demonstrasi.
Pemilu Raya 2008 dimenangkan oleh Shana Fatina
Sukarsono (TI’04) mengalahkan Gilang Widyawisaksana (GD’04) dan Fikri (MG’05).
Pemilu ini memakai sistem pasangan calon Presiden dan calon anggota MWA Wakil
Mahasiswa. Wahyu Bagus Yuliantok (PL’04) menjadi Anggota MWA mengalahkan Bobby
Rahman (PL’04) dan Ruly (GL’05). Kabinet Shana memulai program kerjanya dengan
menyatakan sikap menolak kenaikan harga BBM, mendeklarasikan Rumah Belajar,
audiensi dengan Menko Kesra dan Mensesneg terkait kebijakan menaikkan harga
BBM, serta KonsolidasI BEM Seluruh Indonesia. Ketua PMB terpilih adalah Aulia
Ibrahim Yeru (SR’05) di mana nama Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) diubah
menjadi Inisiasi Keluarga Mahasiswa (INKM).
Src: http://sayapbarat.wordpress.com/2008/07/24/sejarah-kemahasiswaan-itb-terbaru-untuk-kedua-kalinya/
Src: http://sayapbarat.wordpress.com/2008/07/24/sejarah-kemahasiswaan-itb-terbaru-untuk-kedua-kalinya/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar