Beranda

Jumat, 23 Agustus 2013

SEJARAH KEMAHASISWAAN

Pada tahun 1920, terbentuklah organisasi kemahasiswaan pertama di Technische Hoogeshcule te Bandoeng (TH Bandoeng), sebelum berubah nama menjadi Institute of Tropical Sciences (1942), Bandung Kogyo Daigaku (1944), dan kemudian Institut Teknologi Bandung,  yaitu Bandoeng Studenten Corps (BSC). Mahasiswa pribumi yang merasa aspirasi mereka tidak tersalurkan kemudian memisahkan diri dan membentuk organisasi bernama Indische Studente Vereniging (ISV).  ISV memiliki banyak kegiatan seperti akademik, olahraga, kesenian, hingga diskusi politik.

Ketika Indonesia merdeka tahun 1945, warga Bandoeng Kogyo Daigaku yang kemudian berubah nama menjadi Sekolah Tinggi Teknik Bandoeng (1945) banyak yang mengorbankan jiwa raganya demi kemerdekaan Indonesia. Nama-nama yang gugur pun tertera pada Tugu Ganesha.
Organisasi Senat Mahasiswa Fakultas Teknik Bandung (1945) juga berdiri pada masa ini. Tidak banyak yang tercatat mengenai organisasi ini kecuali bersama dengan staf pengajar yang berkebangsaan Indonesia, memindahkan seluruh kegiatan akademik ke Yogyakarta untuk mendirikan Sekolah Tinggi Teknik di Yogyakarta dengan dekannya yang pertama Ir. Rooseno.

Setelah terjadi gelombang kembalinya beberapa mahasiswa dan staf pengajar Indonesia, berdiri beberapa organisasi kemahasiswaan seperti Keluarga Mahasiswa Seni Rupa (1947) dan Himpunan Mahasiswa Bangunan Mesin dan Listrik (1948).

Pada tahun 1950 di Bandung, berdirilah Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia Bandung. Pada dekade 1950-an inilah terlah terjadi arus politisasi mahasiswa yang mana partai politik yang mendirikan organisasi kemahasiswaan untuk menggaet kekuatan dari kampus seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), bagian dari PNI.

Untuk itu banyak pemimpin organisasi kemahasiswaan kampus seperti Emil Salim (UI) dan Koesnadi Hardjasomantri (UGM) memutuskan pentingnya melegalkan organisasi Dewan Mahasiswa di kampus UI dan UGM. Organisasi kemahasiswaan kampus bertujuan memenuhi kebutuhan mahasiswa dalam bidang pendidikan, kesejahteraan dan aktualisasi diri, bukan pada persoalan politik praktis. Dewan Mahasiswa UI Jakarta dan UI Bandung disatukan di bawah kepemimpinan Emil Salim.
Pada tahun 1957 berdirilah Majelis Mahasiswa Indonesia (MMI) yang bertujuan untuk memperkuat koordinasi antar organisasi. Organisasi ini menjadi wadah kedua organisasi kemahasiswaan nasional setelah di tahun 1947 berdiri Persatuan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia (PMMI). Pada tahun ini juga awal dari tarik-menarik antar organisasi kemahasiswaan intrakampus (MMI) dengan organisasi kemahasiswaan ekstrakampus (PPMI). Ditambah lagi setelah Presiden Soekarno mendekritkan pembubaran Konstituante dan pemberlakuan kembali UUD 1945, 5 Juli 1959. Namun, sebelum dekrit, rencana Presiden untuk mendirikan sebuah pusat oengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni diwujudkan dengan memisahkan Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam UI Bandung menjadi Institu Teknologi Bandung, 2 Maret 1959.

Dengan berpisahnya UI Djakarta dan UI Bandung kemudian UI Bandung menjadi ITB, pada tanggal 20 November 1960 terbentuklah menjadi Dewan Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (DMITB) yang diketuai pertama kali oleh Piet Corputty dan Udaya Hdibroto sebagai Wakil Ketua Umum.
Dewan Mahasiswa adalah organisasi kemahasiswaan kampus yang berprinsip Pemerintahan Mahasiswa dengan Sidang Dewan Mahasiswa sebagai wakil-wakil Himpunan Mahasiswa dan badan legislatif, serta Badan Pengurus sebagai badan eksekutif. Pekerjaan besar DM ITB yang pertama adalah bagaimana agar ITB tidak dilebur ke dalam Universitas Padjadjaran menjadi Fakultas Teknik dan Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam UNPAD. Kemudian saat Udaya Hadibroto menjabat sebagai Ketua Umum (1962-1963), DM ITB memobilisasi ratusan mahasiswa untuk mengikuti Tri Komando Rakyat demi membebaskan Irian Barat.

Pada periode Muslimin Nasution, ITB terkena apa yang disebut Serangan GMNI. Poros mahasiswa kiri GMNI-CGMI-Germindo-Perhimi bersatu menuntut turunnya Muslimin Nasution, dan meminta agar pimpinan Dewan Mahasiswa dibersihkan dari unsur-unsur kontrarevolusioner, anti Manipol-USDEK, dan anti kemajuan. Muncul peristiwa pembakaran patung tokoh mahasiswa, serangan selebaran gelap, demonstrasi untuk menghentikan pemutaran film Barat oleh LFM, dan lain-lain.

Pada tahun 1964, Konferensi MMI IV di Malino, Sulawesi Selatan, DM UI, ITB dan UNPAD dikeluarkan dari kepengurusan MMI. Permusuhan antara mahasiswa kanan dan kiri semakin menguat. Munculnya Gerakan 30 September di Jakarta menyebabkan runtuhnya kekuatan mahasiswa sayap kiri di ITB. Ketua Umum DM ITB Rahmat Witoelar bersama Rektor Kolonel Ir. Kuntoadji mendirikan Komite Aksi Pembersihan ITB (KAPI) untuk membersihkan kampus dari unsur-unsur kiri khususnya dosen dan mahasiswa pro-komunis.

Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) terbentuk di berbagai kota dan kampus. Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yaitu: 1. Bubarkan PKI, 2. Turunkan Harga, 3. Retool Kabinet Dwikora. Terbunuhnya Arief Rahman Hakim, mahasiswa Kedokteran UI, oleh Cakrabirawa tanggal 24 Februari 1966 memunculkan inisiatif DM ITB dan KAMI Bandung untuk mengirimkan Satuan Tugas berjumlah 200 Mahasiswa ke Jakarta.
Surat Perintah 11 Maret 1966 mengakhiri aksi Tritura. DM ITB kembali ke Bandung. Pada bulan Oktober 1966, diadakan musyawarah kera pertama untuk memperbaiki organisasi kemahasiswaan ITB.
Dibawah kepemimpinan Purwoto Handoko (1967-1968), Sarwono Kusumaatmadja (1968-1969), Wimar Witoelar (1969-1970) dan Syarif Tando (1970-1971), DM ITB menggulirkan isu back to campus untuk mengakhiri politisasi kampus sejak zaman Orde Lama. Kampus dikembalikan pada fungsinya sebagai wahana pembelajaran dan penerapan Tridharma Perguruan Tinggi. Wakil-wakil mahasiswa di DPR-GR ditarik dan dikelompokkan dalam partai-partai peserta Pemilu 1971.

Pada dekade ke 70-an terbentuk unit-unit kegiatan mahasiswa Olahraga dan Kesenian.
Gerakan Mahasiswa bergulir kembali untuk menjadi kekuatan kontrol sosial terhadap Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Jenderal Soeharto. DM ITB mulai membangun aliansi gerakan bersama DM UNPAD, DM Unpar, dan DM UI untuk mengkritik akar permasalahan bangsa. Mereka menyepakati bahwa masuknya modal asing, korupsi, dan terlalu kuatnya militer adalah penyebab semua ini.
Pernah terjadi konsolidasi organisasi kemahasiswaan ITB yang berlangsung mencapai dua tahun (1974-1976) akibat ditangkap dan dipenjarakannya aktivis UI yang menyebabkan kampus mulai direpresi dan diskusi mahasiswa dimata-matai oleh intelejen.

Kebijakan yang dikenal sebagai NKK-BKK 1978 ini dijadikan wahana pergerakan mahasiswa ITB.
Pada tahun 1982, terbentuk Forum Ketua Himpunan Jurusan (FKHJ) dan Badan Koordinasi Satuan Kegiatan (BKSK) yang tetap mengkoordinasikan kegiatan kemahasiswaan terpusat ITB. Gerakan Mahasiswa ITB mulai bergulir saat FKHJ 1985-1986 dipimpin oleh Pramono Anung (TA’82) dan Justiani (IF’82). Demonstrasi menyambut kedatangan PM Inggris Margareth Thatcher dan Presiden Perancis Francois Mitterand. Jatuhnya pemerintahan Marcos di Filipina tahun 1986 juga mempercepat gerakan mahasiswa ITB. Mulai tahun 1987- 1989 terbentuklah Badan Koordinasi Mahasiswa Bandung (BKMB) dan Komite Solidaritas Mahasiswa dan Rakyat (KSMR). BKMB dan KSMR mengadakan advokasi dan aksi demonstrasi atas kasus penggusuran tanah di Kacapiring, Cimacan, dan Badega.
Pada dekade 90-an kemahasiswaan ITB mulai mendapat momentumnya saat Sekjen FKHJ Duddy Sona Lesmana (PL’89) diskorsing tahun 1991. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Fuad Hasan mewajibkan berdirinya Senat Mahasiswa Peguruan Tinggi (SMPT) tahun 1990, mengakhiri era NKK-BKK. Mahasiswa UI, IPB, UNPAD, UGM, ITS dan UNAIR menerima konsep ini. Namun hasil referendum mahasiswa ITB tahun 1993 menghasilkan penolakan SMPT dan menyatakan perlunya pendirian Lembaga Sentral Mahasiswa dari, oleh dan untuk mahasiswa. Pada tanggal 20 Januari 1996, FKHJ dan BKSK ITB mendeklarasikan berdirinya Keluarga Mahasiswa ITB berikut kelengkapannya yaitu Kongres dan Kabinet KM ITB.

KM ITB dan Komite Mahasiswa Unpar mendirikan Forum Komunikasi Mahasiswa Bandung pada tahun 1996. Kemudian bersama kampus-kampus Jakarta, KM ITB juga mendirikan Forum Komunikasi Mahasiswa se-Jabotabek (FKMJ) yang disingkat Forum Kota (Forkot). KM ITB, bersama FKMB, Forkot dan juga Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jabotabek (FKSMJ) mengadakan mimbar bebas di sekretariat PDI, jalan Diponegoro yang berakhir dengan Kerusuhan 27 Juli 1996. Saat itu juga organ-organ ini diberi nama Organisasi Tanpa Bentuk.
Akibat kegagalan panitia pelaksana Pemilu KM ITB 2000 yang diketuai Safari (TK’97), kandidat Presiden KM ITB yaitu Andri Dwi Setiawan (PN’96), Muhammad Lutfi (TI’96), Muhammad Iqbal (GL’96), Zaid Perdana Nasution (TL’96), Yogi (PN’96), Muhammad Ikhsan (GL’98) dan Dedi Apriadi (GL’97) batal mengikuti Pemilu Raya. Masa Jabatan Kabinet Sigit diperpanjang sampai bulan Maret 2001. Hal ini mengundang kontroversi selain karena melanggar AD-ART, perpanjangan ini juga dilakukan oleh sidang darurat Kongres yang tidak kuorum. Saat kontroversi ini belum selesai, Kabinet Sigit menggulirkan isu Buloggate dan Bruneigate yang memunculkan isu penurunan Gus Dur sebagai Presiden RI. Aksi tanggal 12 Januari 2001 ini mengubah dinamika kampus dari mempertanyakan keputusan Kongres menjadi isu penggulingan Kabinet Sigit.

Pada tanggal 10 Maret 2001, Abdillah Prasetya (FI’98) Ketua HIMAFI dan Krisna (GD’98) Ketua IMG mengadakan aksi pendudukan Sekretariat KM ITB. FKHJ bersama beberapa unit seperti PSIK, Veritas dan G-10 menyatakan pembekuan Kongres dan Kabinet, pembentukan Badan Pekerja Musyawarah Kerja (BP Muker) yang diketuai Aan Yuhannis (FI’99). Muker KM ITB 2001 menghasilkan keputusan perubahan basis organisasi KM ITB dari jurusan menjadi Himpunan, belum berhaknya mahasiswa TPB untuk memilih, dan pembentukan BKSK sebagai sarana aspirasi Unit Kegiatan. Sebagai informasi, BKSK bubar pada tahun 1997 akibat program relokasi Unit ke Gedung Bengkok dan Sunken Court dan menjadikan beberapa ruang Student Centre dijadikan lahan usaha oleh Birokrasi Kampus.
FKHJ membentuk panitia OSKM 2001 yang diketuai Dinar Maulana (GD’98), Panitia Pelaksana Pemilu Legislatif untuk memilih Senator Himpunan, Badan Pekerja Internal dan Eksternal untuk mengurus masalah advokasi serta gerakan. Kongres 2001-2002 yang dipimpin Deddy Suryadi (PL’97) mengadakan Pemilihan Umum Anggota MWA Wakil Mahasiswa sebagai konsekuensi perubahan status ITB dari PTN menjadi PT-BHMN. Rian Ramadian Nugraha (IF’97) terpilih sebagai Wakil Mahasiswa di MWA mengalahkan Armenda (SI’97) dan Zaid Perdana Nasution (TL’96).
Pemilu Raya Oktober 2001 menghasilkan Akbar Hanif Dawam Abdullah (PN’98) sebagai Presiden Kabinet mengalahkan Armenda (SI’97), Adiq Ahmadi (MT’97), Dedi Apriadi (GL’97), Roy Baroes (GM’97), Edison Situmorang (EL’97), dan Khairul Anshar (FI’98), dan Pemilu ini tercatat sebagai Pemilu dengan kandidat terbanyak. Kabinet Dawam menjabat hanya selama 6 bulan dan menjalankan proses transisi serta konsolidasi KM ITB. Selain itu, pada bulan Desember 2001, BEM Bandung Raya dideklarasikan di Aula Barat ITB.
Pemilu Raya Maret 2002 menghasilkan pemenang Alga Indria (DS’98) sebagai Presiden mengalahkan Abdi Robbi Sembada (SI’98), M. Hanif (TI’98), Dwi Lesmana (PL’99), dan Andy Hartono (TK’98). Ketua Kongres saat ini adalah Teguh Prasetya (FT’98) dan Anggota MWA Wakil Mahasiswa yang terpilih adalah Indra Madyana (FT’98) mengalahkan Sandy Maruto (SI’98).
OSKM 2002 yang diketuai Ahmad Mukhlis Firdaus (KL’99) adalah OSKM pertama yang dilegalkan oleh Rektorat karena ada perubahan mendasar antara lain ditiadakannya acara Swasta, perubahan metode dari penindasan menjadi pendisiplinan, dan pembukaan OSKM oleh Rektor. Kabinet Alga banyak mengadakan acara-acara dalam kampus seperti Simfoni Warna-Warni, Ekspresi, Malam 1000 Lilin, Aksi Merah Putih, dan Olimpiade II. Aksi-aksi mahasiswa banyak yang ditujukan untuk membela rakyat kecil seperti advokasi PKL Ganesha, PKL jalan Mustofa, Penanggulangan Bencana Letusan Gunung Papandayan. KM ITB juga mengadakan Kongres BEM Nasional tanggal 1-2 Februari 2003 untuk merumuskan solusi bagi perbaikan bangsa. Tetapi Kongres ini dibayang-bayangi perpecahan mahasiswa akibat tidak ikut sertanya KM ITB dalam aksi menuntut turunnya Mega-Hamzah.
Aksi menuntut turunnya Mega-Hamzah sempat diikuti oleh Forum Mahasiswa Peduli ITB yang mengikutsertakan diri pada BEM Bandung Raya. Akibatnya kericuhan antara Kongres dan Kabinet sempat terjadi. Bahkan penyikapan isu invasi AS ke Irak pada 10 Maret 2003 tidak dilakukan oleh Kabinet KM ITB.
Pemilu Raya 2003 menghasilkan Ahmad Mustofa (TK’99) sebagai Presiden mengalahkan Muhammad Syaifullah (SI’99), Hendro (TA’99), sedangkan Adi Nugroho (FI’99) mengundurkan diri sebelum pemungutan suara berlangsung. Ketua Kongres 2003-2004 adalah Indra Sembada (EL’2000), dan Anggota MWA Wakil Mahasiswa adalah Fantri Azhari (MS’99). Berlangsungnya OSKM 2003 yang bertemakan “Kreativitas Membangun Integrasi” diakhiri dengan insiden pembubaran di acara penutupan. Hal ini diakibatkan dinyanyikannya lagu kampus dengan gaya rock.
Kabinet Tove menggulirkan isu turunnya Mega-Hamzah, menolak RUU Ketenagalistrikan tahun 2003, mengadakan ITB Fair 2004. Bergulirnya isu Pemilu RI 2004 ditindaklanjuti dengan mendirikan Satuan Tugas KM ITB untuk Pemilu 2004 diketuai Otep Kurnia (MA’99). Satgas ini mengadakan Hearing Calon Presiden RI bekerja sama dengan acara Kupas Tuntas Trans TV, mengadakan Civic Education di Bandung, dan mengajak Partai Politik untuk menandatangani kontrak politik agar para politisi tidak melakukan korupsi.
Pemilu Raya 2004 dimenangkan oleh Anas Hanafiah (EL’00) mengalahkan Oscar Pariang Pakpahan (GM’00). Ketua Kongres 2004-2005 adalah Danny Mukmin Muttaqin (PL’00). Pada masa ini, jabatan Anggota MWA Wakil Mahasiswa dijabat secara rangkap oleh Presiden KM ITB. Kabinet Anas menggulirkan isu kecurangan Pemilu Presiden 2004. Isu pembongkaranStudent Centre, dan pengusiran PKL ITB tidak berhasil dikelola dengan baik dan malah menyebabkan insiden Pembakaran Bendera KM serta jas almamater oleh beberapa anggota Unit Tiang Bendera saat Open House Unit 2004.
Peristiwa Pembakaran Jas Almamater ini menyebabkan inisiasi Kongres, Kabinet dan FKHJ untuk mengadakan Forum Rembug Mahasiswa di Lapangan Basket, 24 Agustus 2004. Forum ini menghasilkan kesepakatan untuk mengadakan perbaikan menyeluruh terhadap masalah seperti hubungan mahasiswa dan rektorat, masalah advokasi, penyikapan isu keluar, serta masalah mendasar organisasi kemahasiswaan, koordinasi, komunikasi, serta kemengakaran elit mahasiswa. Namun karena terjadi insiden berbau SARA, tidak banyak yang mengingat hasil kesepakatan Forum ini.
Kabinet Anas mengadakan banyak acara seperti Temu BEM Se-Indonesia yang diselenggarakan Seskoad, Deklarasi Gerakan Membangun Nurani Bangsa (Gema Nusa) 20 Oktober 2004, pendirian Student Association for Corruption Watch, aksi peduli bencana Tsunami Aceh dan Nias, serta Olimpiade ke-III. Acara Dialog Publik yang dihadiri oleh Anwar Ibrahim, mantan Wakil PM Malaysia dihadiri banyak orang termasuk acara tersukses yang pernah dibuat Kabinet Anas.
Pemilu Raya 2005 dimenangkan oleh Syaiful Anam (EL’01) mengalahkan Wiyono K. Saputro (TA’01). Kabinet Anam mulai mengalami isu legalitas kaderisasi, kasus skorsing Timbul Harahap (FI’02) dan Ridwan H. K. (FI’02), Ketua Dewan dan Ketua PPAM HIMAFI) akibat kasus PPAM HIMAFI 2004, kasus pembekuan IMG, serta perubahan nama OSKM 2005 menjadi Pengenalan Satuan Akademik dan Kemahasiswaan (PSAK). OSKM 2005 yang diketuai Fitrah Dinata (SI’02) adalah OSKM pertama yang dibayang-bayangi isu legalitas kaderisasi.
Lokakarya Kemahasiswaan yang tidak selesai juga menjadi isu yang membayang-bayangi kelanjutan organisasi kemahasiswaan ITB. Bahkan saat ART ITB disahkan per 1 Januari 2006 dengan perubahan jumlah 5 Fakultas menjadi 5 Fakultas dan 5 Sekolah, belum ada kesamaan sikap mahasiswa ITB. Hanya ada pernyataan sikap penolakan implementasi ART ITB yang merugikan kemahasiswaan ITB. Selain masalah kaderisasi dan pola hubungan, Kabinet Anam banyak mengadakan kegiatan seperti aksi-aksi penolakan kenaikan harga BBM, Dialog Publik menyikapi 1 Tahun SBY JK, Pekan Baca Tulis, dan ITB Fair 2006.
Pemilu Raya 2006 diwarnai insiden kecil akibat pengulangan proses Pemilu. Pemilu kali ini diikuti oleh 5 kandidat yaitu Dwi Arianto Nugroho (TK’02), Andi Mulyadi Adiwiarta (GM’02), Hendrajaya (IF’02), Syahfitri Anita (KI’02) dan Muhammad Lutfi (FT’03). Kontroversi Pemilu ini bertambah akibat diikutkannya TPB 2005 sebagai hasil amandemen AD ART KM ITB 2006. Pemilu ini dimenangkan oleh Dwi Arianto Nugroho.
OSKM 2006 yang diketuai Zamzam Badruzaman (FI’03) adalah OSKM ilegal dan hanya diikuti oleh 136 mahasiswa angkatan 2006. Selain dibayangi ancaman DO kepada Presiden dan Ketua OSKM, angkatan 2006 yang mengikuti OSKM juga terancam DO. Pada hari kedua OSKM tanggal 21 Agustus 2006, Keluarga Mahasiswa ITB mengadakan aksi demonstrasi menyikapi penutupan kampus dan ancaman DO. Penutupan OSKM juga yang diakhiri aksi masuk ke dalam kampus juga diikuti oleh ratusan mahasiswa ITB.
Tidak harmonisnya hubungan mahasiswa dan rektorat mewarnai Kabinet Dwi. Bagaimanapun juga Kabinet Dwi banyak melakukan kegiatan yang diikuti banyak mahasiswa seperti Mudik Murah, Dialog Publik oleh Prof. BJ Habibie, Sekolah Anti Korupsi, dan Olimpiade ke-IV. Kongres 2006-2007 yang diketuai Helmi (MT’03) mengadakan Sidang Istimewa untuk mengubah AD ART dengan keputusan penting seperti perubahan status anggota muda kepada TPB sehingga angkatan 2006 tidak dapat memilih di Pemilu dan pembentukan Forum Rumpun Unit untuk mengirimkan Senator Perwakilan Unit. Kongres menolak Laporan Pertanggungjawaban Kabinet 2006-2007.
Pemilu Raya 2007 dimenangkan oleh Zulkaida Akbar (FI’03) mengalahkan Army Alghifari (MS’04). Kasus yang berkembang pada masa Kabinet Izul adalah kasus parkir, skorsing Presiden KMSR, Ketua Kaderisasi 2006 dan Ketua Angkatan SR’06, dan Draft SK Senat Akademik yang menyatakan bahwa organisasi kemahasiswaan ITB bertanggung jawab kepada ITB. OSKM 2007 yang diketuai Agung Thaufika (MA’04) diubah namanya menjadi PMB 2007 dan akhirnya dilegalkan dengan banyak perubahan konsep dan metode, dengan pertimbangan agar angkatan 2007 dapat berinteraksi dengan seniornya.
Dialog Intelektual Mahasiswa tiap bulan, Pagelaran Seni Budaya 2007, Pekan Baca Tulis dan ITB Expo 2008 adalah sekian banyak program kerja yang dilakukan Kabinet Izul. Terkait isu Krisis Ekonomi 2008, diadakan Seminar Ekonomi untuk menggagas Sistem Ekonomi Alternatif. Perubahan mendasar dalam metode gerakan dilakukan pada periode ini di mana lebih banyak dialog dan seminar daripada mengadakan aksi demonstrasi.
Pemilu Raya 2008 dimenangkan oleh Shana Fatina Sukarsono (TI’04) mengalahkan Gilang Widyawisaksana (GD’04) dan Fikri (MG’05). Pemilu ini memakai sistem pasangan calon Presiden dan calon anggota MWA Wakil Mahasiswa. Wahyu Bagus Yuliantok (PL’04) menjadi Anggota MWA mengalahkan Bobby Rahman (PL’04) dan Ruly (GL’05). Kabinet Shana memulai program kerjanya dengan menyatakan sikap menolak kenaikan harga BBM, mendeklarasikan Rumah Belajar, audiensi dengan Menko Kesra dan Mensesneg terkait kebijakan menaikkan harga BBM, serta KonsolidasI BEM Seluruh Indonesia. Ketua PMB terpilih adalah Aulia Ibrahim Yeru (SR’05) di mana nama Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) diubah menjadi Inisiasi Keluarga Mahasiswa (INKM).




Src: http://sayapbarat.wordpress.com/2008/07/24/sejarah-kemahasiswaan-itb-terbaru-untuk-kedua-kalinya/




Tidak ada komentar:

Posting Komentar